Tuesday, May 7, 2013

Emansipasi Salah Kaprah



Dalam perjalanan sejarah umat manusia, perempuan telah kerap kali menjadi korban peradaban. Berbagai penindasan, ketidakadilan, kesewenang-wenangan, dan pelecehan selalu mendera tubuh wanita. Menurut penuturan Prof. Will Durant, di Roma hanya kaum lelaki saja yang berhak membeli, memiliki, atau menjual sesuatu, atau membuat perjanjian bisnis. Bahkan mas kawin istrinya pada masa-masa itu menjadi miliknya pribadi.



Pandangan yang lebih ekstrim lagi yang menghinakan perempuan bisa kita dapatkan dari peradaban Yahudi. Di dalam Talmud (kitab suci Yahudi selain Taurat) dinyatakan bahwa mustahil ada sebuah dunia yang tanpa keberadaan kaum lelaki dan perempuan. Namun demikian berbahagialah orang yang memiliki anak lelaki, dan celakalah orang yang memiliki anak perempuan. Pada peradaban Arab jahiliyyah kita juga akan menemukan bahwa perempuan menempati derajat yang sangat rendah. Setiap orang yang mendapat kabar bahwa ia mendapatkan anak perempuan akan menghitamlah mukanya (kiasan dari “malu yang amat sangat” di peradaban Arab jahiliyyah). Dan sudah berabad-abad lamanya perempuan hanya menjadi objek pemuas nafsu kaum pria.
 


Sebagai sebuah arus perlawanan, kemudian muncullah Feminisme. Mereka menggaungkan emansipasi wanita, bahwa wanita memiliki hak-hak yang sama dengan kaum lelaki. Tak boleh ada diskriminasi dan kesewenang-wenangan terhadap kaum wanita hanya karena mereka wanita. Ketika lelaki boleh memiliki mobil dan perusahaan sendiri, maka perempuan juga harus dibolehkan melakukan hal itu. Jika ada sepakbola lelaki, maka harus ada sepakbola perempuan. Jika ada tinju bagi lelaki, maka harus ada juga tinju bagi perempuan. Jika ada binaraga bagi lelaki, maka wajib ada binaraga bagi perempuan. Mereka ingin perempuan dan laki-laki sama dalam segala hal.


Kalangan feminis juga tak ketinggalan menghujat hukum-hukum Islam. Mereka menuding bahwa hukum-hukum Islam mengekang dan membatasi perempuan. Tidak adil dan menindas. Salah satu hukum yang mereka hujat habis-habisan adalah poligami. Saat Islam menghalalkan poligami, mereka mengatakan hal itu adalah penindasan yang sangat nyata terhadap hak-hak perempuan. Mereka juga mengkritik hukum waris dalam Islam yang pembagiannya tidak adil antara lelaki dan perempuan. Kewajiban untuk memakai kerudung dan jilbab menurut mereka adalah sebuah bentuk diskriminasi. Kata mereka Islam mengharuskan perempuan berdiam diri di rumah dan mengekang mereka dalam urusan-urusan domestik (dapur, sumur, kasur).

Padahal dengan sedikit saja membuka akal dan pikiran kita, kita akan mengetahui bahwa hanya Islam saja yang memuliakan perempuan. Dalam pandangan Islam, laki-laki dan perempuan adalah sama. Sama-sama manusia yang memiliki kebutuhan jasmani dan naluri yang sama. Tidak ada yang satu merasa lebih mulia dari yang lain. Islam memandang bahwa kemuliaan itu datangnya dari ketaqwaan, dan hal itu bisa diraih baik oleh laki-laki atau perempuan. Selain itu, Islam juga memandang bahwa lelaki dan perempuan punya struktur tubuh dan tabiat yang berbeda, sehingga aturan yang terkait dengan hal ini pun harus berbeda. Dengan demikian akan tercipta keselarasan dan keseimbangan, masing-masing lelaki dan perempuan menjalankan peran dan fungsinya masing-masing dalam masyarakat. Itulah aturan Islam. (follow @sayfmuhammadisa)
 

0 komentar:

Post a Comment