Saturday, January 19, 2013

Perkosaan Merajalela, Bukti Kerusakan Sistem!!


Sungguh miris nasib Risa. Setelah sembilan hari koma di Ruang Intensif Care Unit (ICU) RS Persahabatan, gadis cilik siswi kelas V SD yang diduga korban pemerkosaan itu meninggal dunia Minggu (6/1/13). Diagnosis tim medis menyebut, korban  mengalami peradangan otak dan infeksi akut pada (maaf) kelaminnya.

Tangis keluarga pun pecah. Meninggalnya Risa (11), adik tercinta, menjadi pukulan teramat getir bagi kedua kakaknya. Terlebih kedua orangtua Risa, tak bisa lagi melukiskan kepiluan, menahan kepedihan yang menusuk jantungnya.
 
Ya, siapa yang tak perih kehilangan anggota keluarga tercinta dengan cara mengenaskan. Seorang gadis kecil yang sedang mekar dan masih panjang jalan untuk menggapai cita-cita  penuh keceriaan, terenggut kehormatannya oleh seorang pendosa.

Ironi Mengerikan 

Nasib Risa memang sangat tragis, karena menemui ajal di usianya sangat belia di tangan penjahat kelamin. Ia bukan korban pertama di antara ratusan ribu korban kejahatan seksual yang terus berjatuhan. Ya, tak hanya perempuan dewasa, anak-anak dan bahkan balita, kini begitu mudah menjadi objek kejahatan seksual. Pemerkosa berkeliaran di sekitar kita, siap memangsa siapa saja yang dikehendakinya. 

Lebih ironis, pelaku terkadang bukan orang asing bagi korban. Seperti kerabat dekat, bahkan saudara sedarah.  Ayah menggauli anak kandung, anak memperkosa ibu yang melahirkannya, kakak memperkosa adik, kakek mencabuli cucunya, paman menggagahi keponakannya, atau guru memerawani muridnya. Begitulah berita miris yang tak pernah sepi menghiasi media massa.
Duh,  sudah sedemikian rendahnyakah nafsu kebinatangan menyergap para lelaki yang tega merusak kehormatan kaum perempuan? Sudah sebegitu bejatnyakah moral makhluk berakal dan bermartabat bernama manusia? 

Dampak Traumatis 

Pemerkosaan bukan kejahatan ringan, melainkan kriminal berat. Kalau harta yang dicuri, masih bisa dicari lagi. Sedangkan kehormatan perempuan, sekali terenggut, seumur hidup menanggung derita. Ya, korban pemerkosaan akan mengalami goncangan jiwa dan trauma berat tak berkesudahan. Terlebih jika korban terpaksa menyimpan benih dari pria asing yang tidak dicintainya. 

Perasaan malu, cemas dan ketakutan luar biasa kerap membuat korban menyimpan peristiwa buruk itu sendirian. Bahkan, terpaksa menyimpan kisah pilu itu seumur hidupnya. Tentu ini menjadi tekanan mental luar biasa yang tak bisa begitu saja dipulihkan. Ia menjadi pribadi murung, putus asa dan tak lagi memandang cerah masa depan. 

Di sisi lain, karena tidak dilaporkan, para pemerkosa itu pun akan terus mengulangi perbuatannya. Tak sedikit korban yang diperkosa berulang kali. Atau pemerkosa mencari korban-korban lain dengan leluasa karena tak pernah dihukum. Sungguh mengerikan! 

Faktor Pemicu

Mengapa pemerkosaan begitu mudah terjadi di negeri mayoritas muslim ini? Bahkan, korbannya juga para muslimah yang sudah berusaha menjaga diri dengan menutup aurat?  Pemicu pemerkosaan antara lain: 
 
Pertama, makin jauhnya individu masyarakat dari nilai-nilai agama sehingga tidak takut kepada Sang Pencipta, Allah SWT. Seorang lelaki yang mencuri kehormatan perempuan, berarti bejat moral. Tidak takut azab Allah SWT. Sebaliknya, seorang perempuan yang tampil merangsang –hingga kerap menjadi korban-- dengan membuka aurat, berperilaku menggoda atau sengaja memancing birahi lawan jenis, juga bukan profil individu yang takut kepada Allah SWT. 

Kedua, diumbarnya rangsangan-rangsangan seksual di ranah publik yang kian vulgar dan liar. Iklan, film, musik, bacaan dan media massa semakin kental dengan muatan seksualitas tanpa sensor. Semua tahu, hal itu membangkitkan nafsu. Tanyalah pada para pelaku pemerkosaan, mereka umumnya melampiaskan nafsu setelah menonton konten porno. Baik VCD/DVD, rekaman video mesum, bacaan porno, blue film atau ilustrasi dan gambar-gambar porno yang berserakan di berbagai media, baik cetak maupun elektronik (internet). Siapa yang bertanggung jawab? Negara dengan kewenangannya, seharusnya melarang peredaran konten porno tersebut di ranah publik. Namun, tentu saja negara yang menerapkan sistem sekuler, yakni sistem demokrasi dengan hak asasi manusianya, tak bisa melakukan itu. 

Ketiga, yakni diterapkannya sistem demokrasi-sekuler, dimana hak asasi manusia (HAM) ibarat Tuhannya. Dengan dalih HAM, siapapun bebas berbuat dan bertingkah laku. Termasuk, bisnis porno pun tumbuh subur dan tidak boleh dilarang karena bisa dianggap melanggar HAM.

Keempat, makin bebasnya interaksi laki-laki dan perempuan. Saat ini, perempuan semakin biasa beraktivitas di ranah publik dan berinteraksi tanpa batas dengan laki-laki. Sengaja atau tidak, kondisi ini membuka peluang bagi terjadinya rangsangan-rangsangan seksual dengan begitu mudah. Peluang terjadinya pemerkosaan pun semakin terbuka dengan merebaknya pacaran, teman tapi mesra, hubungan tanpa status dan perselingkuhan. Bukankah tak sedikit korban diperkosa pacarnya sendiri?

Kelima, tidak adanya hukuman tegas yang membuat jera pemerkosa.  Dalam hukum yang berlaku saat ini, pemerkosaan tak dianggap kriminalitas berat. KUHP pasal 285 tentang Pemerkosaan hanya mengancam pemerkosa dengan hukuman maksimal 12 tahun penjara. Padahal faktanya tak sedikit yang hanya dikurung beberapa bulan atau tahun, setelah itu bebas berkeliaran dan memperkosa lagi. Naúdzubillahi mindzalik!

Kapitalis Gagal Menjamin Keamanan

Maraknya pemerkosaan membuktikan bahwa negara gagal melindungi kehormatan kaum perempuan. Bukti bahwa hukum buatan manusia yang diterapkan saat ini, mandul dalam menjamin keamanan rakyatnya, khususnya kaum hawa. Para penegak hukum seperti polisi, jaksa dan hakim tidak menjalankan tugasnya dengan baik, disamping sistem perundangan yang lemah dan pasal-pasal yang mudah diselewengkan oleh para penegak hukum dan terdakwa. Pimpinan bangsa tidak menjadikan penegakan hukum dan keamanan warganya sebagai program wajib dan utama.

Kondisi ini tak hanya terjadi di Indonesia, juga di berbagai belahan dunia yang notabene sama-sama menerapkan sistem sekuler-kapitalis. Di India misalnya, saat ini juga sedang disidangkan kasus pemerkosaan dan penganiayaan brutal yang menimpa seorang mahasiswi hingga menemui ajalnya. Kasus ini memicu kemarahan warga di sana dan dunia internasional.

Ini membuktikan bahwa sistem sekuler-kapitalisme yang diterapkan di hampir seluruh dunia global saat ini telah gagal menjamin keamanan, kehormatan dan kemuliaan perempuan. Sungguh mengerikan, di mana-mana perempuan terancam menjadi objek kejahatan seksual oleh para penjahat kelamin tak berperikemanusiaan. Itulah sebabnya, saatnya mengganti sistem sekuler-kapitalis ini dengan sistem Islam buatan Sang Pencipta, Allah SWT.

Sistem Islam Menjaga Kehormatan Perempuan

Islam mendudukkan perempuan di posisi mulia. Dibuatlah mekanisme untuk melindungi kehormatan mereka, melalui penerapan berbagai sistem kehidupan yang saling terintegrasi dan komprehensif. Bukan sekadar hukum sosial, juga sistem ekonomi, politik, hukum dan sebagainya.

Jika sistem ekonomi Islam diterapkan, perempuan akan terjamin kesejahteraannya sehingga tak perlu berkeliaran di ranah publik demi mencari sesuap nasi. Hal ini mencegahnya dari tindak kejahatan.

Jika sistem pergaulan Islam diterapkan, akan terjaga interaksi dengan lawan jenis bukan mahromnya sehingga peluang dilecehkan juga minim. Apalagi jika ia taat pada syariat dengan selalu menutup aurat dan menjaga pandangannya dari syahwat.

Jika sistem hukum Islam diterapkan, pelaku pelecehan dan kejahatan seksual akan dihukum berat dan dibuat jera. Juga, tercegah masyarakat lain untuk berbuat hal yang sama. Semisal bagi pemerkosa, jika melakukannya tanpa mengancam dengan menggunakan senjata, maka dihukumi layaknya pelaku zina. Jika pelaku sudah menikah dirajam dan jika belum menikah dicambuk 100 kali serta diasingkan selama satu tahun. Sedangkan pemerkosaan dengan menggunakan senjata, dihukumi sebagaimana perampok. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya, hukuman terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, adalah mereka dibunuh atau disalib, dipotong tangan dan kaki mereka dengan bersilang, atau dibuang (keluar daerah). Yang demikian itu, (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang besar.” (QS. Al-Maidah: 33).

Dari ayat di atas, ada empat pilihan hukuman untuk perampok: dibunuh, disalib, dipotong kaki dan tangannya dengan bersilang, diasingkan atau dibuang (penjara). Pengadilan boleh memilih salah satu di antara empat pilihan hukuman di atas, yang dianggap paling sesuai untuk pelaku dan bisa membuat efek jera bagi masyarakat, sehingga bisa terwujud keamanan dan ketenteraman di masyarakat.

Hukum Islam yang tegas seperti inilah yang akan memberi jaminan keamanan. Buktinya, di negara yang masih menerapkan hukum ini meski tidak komprehensif, angka pemerkosaan relatif rendah. Menurut Data Interpol, angka perkosaan di AS 32,05, Jepang 1,78, dan Saudi 0,14 per 100.000 penduduk.

Jelaslah bahwa hukum buatan Allah SWT yang terbaik daripada hukum jahiliyyah buatan manusia. Benarlah firman-Nya: ¨Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” [Al Maa-idah:50]

Untuk itu wahai perempuan, mari kita tuntut hak berupa jaminan atas keamanan, kemuliaan dan kehormatan kita dengan berjuang bersama-sama demi tegaknya sistem Islam, yakni Daulah Khilafah Islamiyah. Hanya sistem inilah yang akan melindungi harkat dan martabat kaum perempuan. Wallahuálam.(*) | 

Buletin CWS edisi 16 | Januari 2013

0 komentar:

Post a Comment