Sungguh miris nasib Risa. Setelah sembilan hari koma di Ruang Intensif Care Unit (ICU) RS
Persahabatan, gadis cilik siswi kelas V SD yang diduga korban pemerkosaan itu meninggal dunia Minggu (6/1/13). Diagnosis tim medis
menyebut, korban
mengalami peradangan otak dan infeksi akut pada
(maaf) kelaminnya.
Tangis keluarga
pun pecah. Meninggalnya Risa (11), adik tercinta, menjadi pukulan teramat getir bagi kedua kakaknya. Terlebih kedua orangtua Risa, tak bisa lagi melukiskan kepiluan, menahan kepedihan yang menusuk jantungnya.
Ya, siapa yang tak perih kehilangan anggota keluarga tercinta dengan cara
mengenaskan. Seorang gadis kecil yang sedang mekar dan masih panjang jalan
untuk menggapai cita-cita penuh keceriaan, terenggut kehormatannya oleh
seorang pendosa.
Ironi Mengerikan
Nasib Risa memang sangat tragis, karena menemui ajal di usianya sangat
belia di tangan penjahat kelamin. Ia bukan korban pertama di antara ratusan
ribu korban kejahatan seksual yang terus berjatuhan. Ya, tak hanya perempuan
dewasa, anak-anak dan bahkan balita, kini begitu mudah menjadi objek kejahatan
seksual. Pemerkosa berkeliaran di sekitar kita, siap memangsa siapa saja yang
dikehendakinya.
Lebih ironis, pelaku terkadang bukan orang asing bagi korban. Seperti
kerabat dekat, bahkan saudara sedarah. Ayah menggauli anak kandung, anak
memperkosa ibu yang melahirkannya, kakak memperkosa adik, kakek mencabuli
cucunya, paman menggagahi keponakannya, atau guru memerawani muridnya.
Begitulah berita miris yang tak pernah sepi menghiasi media massa.
Duh, sudah sedemikian rendahnyakah nafsu kebinatangan menyergap para
lelaki yang tega merusak kehormatan kaum perempuan? Sudah sebegitu bejatnyakah
moral makhluk berakal dan bermartabat bernama manusia?
Dampak Traumatis
Pemerkosaan bukan kejahatan ringan, melainkan kriminal berat. Kalau harta
yang dicuri, masih bisa dicari lagi. Sedangkan kehormatan perempuan, sekali terenggut, seumur hidup
menanggung derita. Ya, korban pemerkosaan akan mengalami goncangan jiwa dan
trauma berat tak berkesudahan. Terlebih jika korban terpaksa menyimpan benih
dari pria asing yang tidak dicintainya.
Perasaan malu, cemas dan ketakutan luar biasa kerap membuat korban
menyimpan peristiwa buruk itu sendirian. Bahkan, terpaksa menyimpan kisah pilu
itu seumur hidupnya. Tentu ini menjadi tekanan mental luar biasa yang tak bisa
begitu saja dipulihkan. Ia menjadi pribadi murung, putus asa dan tak lagi
memandang cerah masa depan.
Di sisi lain, karena tidak dilaporkan, para pemerkosa itu pun akan terus
mengulangi perbuatannya. Tak sedikit korban yang diperkosa berulang kali. Atau
pemerkosa mencari korban-korban lain dengan leluasa karena tak pernah dihukum.
Sungguh mengerikan!
Faktor Pemicu
Mengapa pemerkosaan begitu mudah terjadi di negeri mayoritas muslim ini?
Bahkan, korbannya juga para muslimah yang sudah berusaha menjaga diri dengan
menutup aurat? Pemicu pemerkosaan antara lain:
Pertama, makin jauhnya individu masyarakat dari nilai-nilai agama
sehingga tidak takut kepada Sang Pencipta, Allah SWT. Seorang lelaki yang
mencuri kehormatan perempuan, berarti bejat moral. Tidak takut azab Allah SWT.
Sebaliknya, seorang perempuan yang tampil merangsang –hingga kerap menjadi
korban-- dengan membuka aurat, berperilaku menggoda atau sengaja memancing
birahi lawan jenis, juga bukan profil individu yang takut kepada Allah SWT.
Kedua, diumbarnya rangsangan-rangsangan seksual di ranah publik
yang kian vulgar dan liar. Iklan, film, musik, bacaan dan media massa semakin
kental dengan muatan seksualitas tanpa sensor. Semua tahu, hal itu
membangkitkan nafsu. Tanyalah pada para pelaku pemerkosaan, mereka umumnya
melampiaskan nafsu setelah menonton konten porno. Baik VCD/DVD, rekaman video
mesum, bacaan porno, blue film atau ilustrasi dan gambar-gambar porno yang
berserakan di berbagai media, baik cetak maupun elektronik (internet). Siapa yang bertanggung jawab? Negara dengan kewenangannya, seharusnya
melarang peredaran konten porno tersebut di ranah publik. Namun, tentu saja
negara yang menerapkan sistem sekuler, yakni sistem demokrasi dengan hak asasi
manusianya, tak bisa melakukan itu.
Ketiga, yakni diterapkannya sistem demokrasi-sekuler, dimana
hak asasi manusia (HAM) ibarat Tuhannya. Dengan dalih HAM, siapapun bebas
berbuat dan bertingkah laku. Termasuk, bisnis porno pun tumbuh subur dan tidak
boleh dilarang karena bisa dianggap melanggar HAM.
Keempat, makin bebasnya interaksi laki-laki dan perempuan. Saat
ini, perempuan semakin biasa beraktivitas di ranah publik dan berinteraksi
tanpa batas dengan laki-laki. Sengaja atau tidak, kondisi ini membuka peluang
bagi terjadinya rangsangan-rangsangan seksual dengan begitu mudah. Peluang
terjadinya pemerkosaan pun semakin terbuka dengan merebaknya pacaran, teman
tapi mesra, hubungan tanpa status dan perselingkuhan. Bukankah tak sedikit
korban diperkosa pacarnya sendiri?
Kelima, tidak adanya hukuman tegas yang membuat jera
pemerkosa. Dalam hukum yang berlaku saat ini, pemerkosaan tak dianggap
kriminalitas berat. KUHP pasal 285 tentang Pemerkosaan hanya mengancam
pemerkosa dengan hukuman maksimal 12 tahun penjara. Padahal faktanya tak
sedikit yang hanya dikurung beberapa bulan atau tahun, setelah itu bebas
berkeliaran dan memperkosa lagi. Naúdzubillahi mindzalik!
Kapitalis Gagal Menjamin Keamanan
Maraknya pemerkosaan membuktikan bahwa negara gagal melindungi kehormatan kaum
perempuan. Bukti bahwa hukum buatan manusia yang diterapkan saat ini, mandul
dalam menjamin keamanan rakyatnya, khususnya kaum hawa. Para penegak hukum
seperti polisi, jaksa dan hakim tidak menjalankan tugasnya dengan baik,
disamping sistem perundangan yang lemah dan pasal-pasal yang mudah
diselewengkan oleh para penegak hukum dan terdakwa. Pimpinan bangsa tidak menjadikan penegakan hukum dan keamanan warganya
sebagai program wajib dan utama.
Kondisi ini tak hanya terjadi di Indonesia, juga di berbagai belahan dunia
yang notabene sama-sama menerapkan sistem sekuler-kapitalis. Di India misalnya,
saat ini juga sedang disidangkan kasus pemerkosaan dan penganiayaan brutal yang
menimpa seorang mahasiswi hingga menemui ajalnya. Kasus ini memicu kemarahan
warga di sana dan dunia internasional.
Ini membuktikan bahwa sistem sekuler-kapitalisme yang diterapkan di hampir
seluruh dunia global saat ini telah gagal menjamin keamanan, kehormatan dan
kemuliaan perempuan. Sungguh mengerikan, di mana-mana perempuan terancam
menjadi objek kejahatan seksual oleh para penjahat kelamin tak
berperikemanusiaan. Itulah sebabnya, saatnya mengganti sistem sekuler-kapitalis
ini dengan sistem Islam buatan Sang Pencipta, Allah SWT.
Sistem Islam Menjaga Kehormatan Perempuan
Islam mendudukkan perempuan di posisi mulia. Dibuatlah mekanisme untuk
melindungi kehormatan mereka, melalui penerapan berbagai sistem kehidupan yang
saling terintegrasi dan komprehensif. Bukan sekadar hukum sosial, juga sistem
ekonomi, politik, hukum dan sebagainya.
Jika sistem ekonomi Islam diterapkan, perempuan akan terjamin
kesejahteraannya sehingga tak perlu berkeliaran di ranah publik demi mencari
sesuap nasi. Hal ini mencegahnya dari tindak kejahatan.
Jika sistem pergaulan Islam diterapkan, akan terjaga interaksi dengan lawan
jenis bukan mahromnya sehingga peluang dilecehkan juga minim. Apalagi jika ia
taat pada syariat dengan selalu menutup aurat dan menjaga pandangannya dari
syahwat.
Jika sistem hukum Islam diterapkan, pelaku pelecehan dan kejahatan seksual
akan dihukum berat dan dibuat jera. Juga, tercegah masyarakat lain untuk
berbuat hal yang sama. Semisal bagi pemerkosa, jika melakukannya tanpa
mengancam dengan menggunakan senjata, maka dihukumi layaknya pelaku zina. Jika
pelaku sudah menikah dirajam dan jika belum menikah dicambuk 100 kali serta
diasingkan selama satu tahun. Sedangkan pemerkosaan dengan menggunakan senjata,
dihukumi sebagaimana perampok. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya, hukuman
terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan
di muka bumi, adalah mereka dibunuh atau disalib, dipotong tangan dan kaki
mereka dengan bersilang, atau dibuang (keluar daerah). Yang demikian itu,
(sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka
mendapat siksaan yang besar.” (QS. Al-Maidah: 33).
Dari ayat di atas, ada empat pilihan hukuman untuk perampok: dibunuh,
disalib, dipotong kaki dan tangannya dengan bersilang, diasingkan atau dibuang
(penjara). Pengadilan boleh memilih salah satu di antara empat pilihan hukuman
di atas, yang dianggap paling sesuai untuk pelaku dan bisa membuat efek jera bagi
masyarakat, sehingga bisa terwujud keamanan dan ketenteraman di masyarakat.
Hukum Islam yang tegas seperti inilah yang akan memberi jaminan
keamanan. Buktinya, di negara yang masih menerapkan hukum ini meski tidak
komprehensif, angka pemerkosaan relatif rendah. Menurut Data Interpol, angka
perkosaan di AS 32,05, Jepang 1,78, dan Saudi 0,14 per 100.000 penduduk.
Jelaslah bahwa hukum buatan Allah SWT yang terbaik daripada hukum
jahiliyyah buatan manusia. Benarlah firman-Nya: ¨Apakah hukum Jahiliah yang
mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah
bagi orang-orang yang yakin?” [Al Maa-idah:50]
Untuk itu wahai perempuan, mari kita tuntut hak berupa jaminan atas keamanan,
kemuliaan dan kehormatan kita dengan berjuang bersama-sama demi tegaknya sistem
Islam, yakni Daulah Khilafah Islamiyah. Hanya sistem inilah yang akan
melindungi harkat dan martabat kaum perempuan. Wallahuálam.(*) |
Buletin CWS edisi 16 |
Januari 2013
0 komentar:
Post a Comment